
dizaman modern seperti saat ini, mahasiswa masih mempunyai tempat terdepan dalamberbicara tentang perubahan bangsa/negara atau perubahan sosial, asumsi masyarakat secara umum bahwa mahasiswa adalah manusia yang mempunyai keitelektualan yang sangat tinggi, mempunyai kesadaran gerakan moral, berani dalam mengambil kepetusan, mempunyai kukuatan interaksi yang tinggi, selalu memberikan kontrol pada pemerintahan yang tidak pro terhadap rakyat. semua itu tidak terlepas dari kehidupan mahasiswa di perguruan tinggi yang memberikan kemandirian terhadap mahasiswa, dalam termonologinya Perguruan tinggi adalah sebuah institusi yang tidak sekedar untuk kuliah, mencatat pelajaran, pulang dan tidur. Tapi harus dipahami bahwa perguruan tinggi adalah tempat untuk penggemblengan mahasiswa dalam melakukan kontempelasi dan penggambaran intelektual agar mempunyai idealisme dan komitmen perjuangan sekaligus tuntutan perubahan.
Penggagasan terhadap terminologi perguruan tinggi tidak akan bisa dilepaskan bisa dilepaskan dari suplemen utama, yaitu mahasiswa. Stigma yang muncul dalam diskursus perguruan tinggi selama ini cenderung berpusat pada kehidupan mahasiswa. Hal ini sebagai konsekuensi logis agresitivitas mereka dalam merespon gejala sosial ketimbang kelompok lain dari sebuah sistem civitas akademika. tanggung jawab yang di emban oleh tidak mudah karena mahasiswa digolongkan sebagai civil society, masyarakat yang mempunyai kemandirian dan mengerti alur kebijakan pemerintah, mahasiswa juga dianggap sebagai masyarakat penyambung dari aspirasi rakyat terhadap pemerintah, maka dari itu mahasiswa mempunyai kewajiban yang sanat mulia untuk keberlangsungan masyarakat.
Peran dan Posisi Dalam Dinamika Perubahan Sosial (1928-1998)
peran dan posisi mahasisiwa dalam rentetan sejarah sebenarnya dimulai dari terbentuknya organisasi modern pertama yaitu pada tahun 1908 yang dikenal dengan Budi Otomo (BO), dalam perkembangannya BO tidak bertahan lama dalam mengawal dan memerangi penjajah, semangat pemuda tidak lantas luntur karena embrionya sudah tertanam yaitu munculnya organisasi pertama, hal tersebut terbukti munculnya semangan pemuda yang lebih dikenal dengan Sumpah Pemuda pada tahun 1928, awal semangat untuk merdekakan bangsa indonesia dan semangat pemuda tersebut tercapai pada tahun 1945 dimana Kemerdekaan yang ditandai dengan pembacaan teks proklamasi oleh Ir. Soekarno dan Moch. Hatta atas nama rakyat. semangat mahasiswa tidak lantas berhenti setelah kemerdekaan dicapai selang 25 tahun kepemerintahan dari Ir. Soekarno-Moch. Hatta di lengserkan oleh mahasiswa tepatnya pada tahun 1965-1966.
peralihan orde lama ke orde baru membawa bangsa indonesia pada malapeta yang sangat jauh ketempingannya dari sebelumnya, keperintahan otoriter Soeharto membuat mahasiswa dalam tekanan yang sangat luar biasa dari pihak militer, tapi mahasiswa dalam memciptakan dinamika gerakan terus bergulir pada masa orde baru meledaknya pada tahun 1974 pembakaran produk-produk jepang yang menguasai perekonomian indonesia yang lebih dikenal dengan MALARI (Malapetaka 15 Januari), dengan melihat gerakan-gerakan mahasiswa yang terorganisir pemerintah membuat kebijakan NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan Kampus/ Badan Koordinasi Kampus) dimana kehidupan mahasiswa tidak lagi diatur oleh dirinya sendiri akan tetapi semuanya diatur oleh pihak kampus dengan interuksi dari pemerintah, perjalanan NKK/BKK tidak bertahan lama karena pada tahun 1977-78 mahasiswa terus melakukan gerakan-gerakan untuk menghapus NKK/BKK dan gerakan mahasiswa dilanjutkan pada 1998 yang dikenal dengan REFORMASI, mahasiswa dalam menciptakan dinamika perubahan sosial tidaklah mudah, dan gerakan itu adalah salah satu tanggu jawab mahasiswa terhadap kehidupan sosial.
Lahirnya Sumpah Pemuda Sebagai Pemersatu (28 Oktober 1928)
Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi dalam tiga kali rapat. Sehingga menghasilkan Sumpah Pemuda.
Rapat Pertama, Gedung Katholieke Jongenlingen Bond
Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Dalam sambutannya, Soegondo berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Jamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Rapat Kedua, Gedung Oost-Java Bioscoop
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis.
Rapat Ketiga, Gedung Indonesisch Huis Kramat
Pada sesi berikutnya, Soenario menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan.
Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 1945)
keinginan bangsa indonesia untuk merdeka sudah sejak lama, tapi keinginan tersebut masih menemukan titik terang karena pihak sekutu jepang dan inggris masih kuat untuk dikalahkan, kesadaran-kesadaran untuk merdeka sudah tumbuh didalam diri kaum muda indonesia. dengan dijatuhkannya bom atom oleh Amerika Serikat di dua kota besar di Jepang yaitu Hirosima dan Nagasaki sebuah peluang besar untuk memberikan indonesia merdeka.
Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Berita tentang kekalahan Jepang ini masih dirahasiakan oleh Jepang. Namun demikian para pemimpin pergeraakan dan pemuda Indonesia lewat siaran luar negeri telah mengetahui pada tanggal 15 Agustus 1945. Untuk itu para pemuda segera menemui Bung Karno dan Bung Hatta di Pegangsaan Timur No.56 Jakarta dan meminta agar mau memproklamasikan kemerdekaan Indonesia lepas dari pengaruh Jepang. Bung Karno dan Bung Hatta tidak menyetujui dengan alasan bahwa proklamasi perlu dibicarakan dalam rapat PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sehingga pada malam hari tanggal 15 Agustus 1945 mengadakan rapat di ruang Laboratorium Mikrobiologi di Pegangsaan Timur yang dihadiri oleh Soekarni, Yusuf Kunto, Syodanco Singgih, dan Chaerul Saleh sebagai pemimpinnya. Hasil rapat disampaikan oleh Darwis dan Wikana yaitu mendesak agar Soekarno-Hatta memutuskan ikatan dengan Jepang. Muncul suasana tegang sebab Soekarno-Hatta tidak menyetujuinya. Namun golongan muda tetap mendesak agar tanggal 16 Agustus 1945 diproklamasikan kemerdekaan. Prinsip golongan tua menekankan masih perlunya diadakan rapat PPKI.
Kemudian dini hari tanggal 16 Agustus 1945, golongan muda mengadakan rapat di Asrama Baperpi, Jalan Cikini 71 Jakarta dengan keputusan untuk membawa Bung Karno dan Bung Hatta keluar kota agar tidak terkena pengaruh Jepang. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno-Hatta diculik oleh Soekarni, Yusuf Kunto, dan Syodanco Singgih ke Rangasdengklok. Pada sore harinya, Ahmad Soebarjo memberi jaminan bahwa selambat-lambantnya esok hari tanggal 17 Agustus 1945 Soekarno-Hatta akan memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, maka Cudanco Subeno (komandan kompi tentara PETA di Rengasdengklok) memperbolehkan Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta. dan mendapatkan respon yang positip dari rakyat indonesia, semua masyarakat meluapkan kegembiraanya.
Mahasiswa dan Runtuhnya Orde Lama (ORLA) (1965-66)
pasca kemerdekaan Republik Indonesia mengalami kekacauan politik dan ekonomi, hal tersebut dialami pada tahun 60-an, dimana kesejahteraan masyarakat sangat terpuruk dan diperparah dengan kondisi politik yang semakin tidak karauan. kondisi tersebut menggugah kesadaran mahasiswa dan masyarakat untuk memperbaiki tatanan bangsa indonesia, mahasiswa yang tergabung dalam Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) menyuarakan yang dikenal dengan TRITURA (Tri Tuntunan Rakyat) yang pertama Bubarkan PKI beserta ormas-ormasnya, yang kedua Perombakan Kabinet DWIKORA dan yang ketiga Turunkan Harga dan Perbaiki Sandang pangan. 3 (tiga) tuntutan itulah yang menjadi kunci utama untuk melawan pemerintah yang tidak segera memulihkan kondisi bangsa. aksi tersebut juga diikuti oleh berbagai kesatuan-kesatuan aksi peduli bangsa.
Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada rakayat, yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde baru).
Meruntuhkan Rezim otoriter (Orde Baru)
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde Lama.
Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini. Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin melebar.
Gerakan Mahasiswa dab Peristiwa MALARI Tahun 1972
Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. tuntutan tersebut lebih menekankan pada gerakan nasionalisme, dimana produk-produk jepang menguasai pasar indonesia dan tidak memberikan ruang terhadap produk-produk indonesia, aksi tersebut dilakukan dengan pembakaran segela bentuk yang berhubungan dengan Jepang.
Berlakunya NKK/BKK pada tahun 1978-90-an
Simbol institusi perlawanan mahasiswa saat itu adalah Dewan Mahasiswa, organisasi intra kampus yang berkembang di semua kampus. Karena Dewan Mahasiswa menjadi pelopor gerakan mahasiswa dalam menolak pencalonan Soeharto pasca pemilu 1977, kampus dianggap tidak normal saat itu dan dirasa perlu untuk dinormalkan. Lahirlah kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) sekaligus pembubaran dan pelarangan organisasi intra universitas di tingkat perguruan tinggi yaitu Dewan Mahasiswa.
Dan sejak 1978 itulah, ketika NKK/BKK diterapkan di kampus, aktivitas kemahasiswaan kembali terkonsentrasi di kantung-kantung Himpunan Jurusan dan Fakultas. Mahasiswa dipecah-pecah dalam disiplin ilmu nya masing-masing. Ikatan mahasiswa antar kampus yang diperbolehkan juga yang berorientasi pada disiplin ilmunya, misalnya ada Ikatan Senat Mahasiswa Ekonomi Indonesia (ISMEI), Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) dan sebagainya.
Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) adalah kebijakan pemerintah untuk mengubah format organisasi kemahsiswaan dengan melarang Mahasiswa terjun ke dalam politik praktis, yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990 tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi bernama SMPT (senat mahasiswa perguruan tinggi).
NKK/BKK menjadi dua akronim yag menjadi momok bagi aktivis Gerakan Mahasiswa tahun 1980-an. Istilah tersebut mengacu pada kebijakan keras rezim Presiden Soeharto pada tahun 1978 melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk membungkam aksi kritis mahasiswa terhadap jalannya pembangunan dan kebijaksanaan pemerintah saat itu.
Lahirnya Reformasi dan Runtuhnya Orde Baru 1998
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998.
Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya tumpah ruah di Gedung Dewan ini, tercatat FKSMJ (Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), FORBES (Forum Bersama), KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) dan FORKOT (Forum Kota). Sungguh aneh dan luar biasa, elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan : Turunkan Soeharto.
Perjuangan mahasiswa menuntut lengsernya sang Presiden memang tercapai, tapi perjuangan ini sangat mahal harganya karena harus dibayar dengan 4 nyawa mahasiswa Tri Sakti, mereka gugur sebagai Pahlawan Reformasi, serta harus dibayar dengan tragedi Semangi 1 dan 2. Memang lengser nya Soeharto seolah menjadi tujuan utama pada gerakan mahasiswa sehingga ketika pemerintahan berganti. REFORMASI terus bergulir, perjuangan mahasiswa tidak akan pernah berhenti sampai disini. Perjuangan dari masa ke masa akan tumbuh jika Penguasa tidak berpihak kepada rakyat.
Tanggung Jawab Mahasiswa Dalam Kehidupan Sosial
mahasiswa merupakan "sebuah kelompok masyarakat" yang mempunyai tempat yang paling istimewa dalam strata sosial, karena mahasiswa dianggap manusia yang dianggap paling tau dan pintar dalam segala hal, stigma yang seperti itulah masih melekat pada masyarakat secara umumnya. disamping itu juga mahasiswa mendapatkan gelar ganda yang pertama mahasiswa "manusia yang paling pintar" dan yang kedua mahasiswa mempunyai peran untuk menciptakan perubahab terhadap bangsa, mengontrol kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap rakyat.
tapi PASCAREFORMASI 1998 gerakan mahasiswa seakan-akan meredup, statis pasif, dan mandek. Padahal, gerakan mahasiswa saat itu mampu mengubah sejarah negeri ini. Mahasiswa mampu menumbangkan rezim otoriter Soeharto. Sebagai kekuatan besar, gerakan mahasiswa masih memiliki legitimasi moral dari masyarakat. Namun, walau harapan tinggi dari masyarakat masih dibebankan ke pundak mahasiswa, saat ini gerakan mahasiswa cenderung menurun. Mahasiswa seakan-akan tak memiliki progresivitas dan sensitivitas dalam menanggapi berbagai persoalan riil bangsa ini.
Itu sangat tampak jika kita melihat ruang-ruang diskusi mahasiswa yang tak lagi diramaikan pembicaraan tentang problematika umat. Jika dahulu keterbatasan media malah membuat para aktivis kampus makin kreatif dan kritis, saat ini berbanding terbalik. Banyak gerakan mahasiswa terjebak berbagai kepentingan pribadi dan golongan. Selain itu, era globalisasi dengan teknologi yang makin canggih dan membuat dunia makin kecil justru makin mengerdilkan jiwa para aktivis pergerakan mahasiswa. Suara keberanian dan kejujuran mahasiswa yang semula nyaring terdengar, kini seakan-akan hilang bagai ditelan bumi. Posisi tawar mahasiswa yang semula senantiasa menjadi kebanggaan, kini tak lagi ada.
Idealisme sebagai prinsip dasar gerakan mahasiswa seolah-olah tertawan di ruang perkuliahan yang sangat mengekang. Sifat kritis sebagai senjata utama mahasiswa dalam mengupas berbagai isu dan persoalan bangsa, menanggapi berbagai kebijakan pemerintah, serta memperjuangkan aspirasi rakyat menumpul dan berkarat. Semua itu menjadi faktor penyebab kemandekan gerakan mahasiswa. Akibatnya, gerakan mahasiswa yang dulu lebih mengedepankan kepentingan rakyat kecil, saat ini hanya berperan sebatas lingkup kampus. Tak pelak, yang tampak adalah gerakan mahasiswa mati suri.
sebagai bahan refleksi dan kesadaran akan tanggung jawab terhadap perubahan sosial, ada beberapa asumsi sebagai landasan berpijak dan berfikir :
1. Mahasiswa jangan terlalu apatis terhadap kondisi yang menimpa masyarakat.
2. menjadikan jargon Agent Of Change sebagai prinsip kemandirian.
3. Menekankan pada Moral Force
Mahasiswa dan PMII
untuk mewujudkan dan memberikan kesadaran atas "tanggung jawab sosial" banyak yang dilakukan oleh insan mahasiswa, mulai dari mahasiswa sebagai akademisi, organisatoris, hedonis, apatis dll. dalam mewujudkan peranan tersebut mahasiswa perlu adanya wadah "pengglembangan" untuk ditempa sebagai insan yang berguna, wadah tersebut adalah Pergerakan Mhasiswa Islam Indonesia yang mempunyai nilai-nilai penting untuk dijadikan pedoman dalam berfikir dan bertindak. yang pertama adalah Nilai Dasar Pergerakan (NDP) sebagai acuan mahasiswa sebagai mahkluk tuhan dan manusia sebagai pemimpin dimuka bumi, mengajarkan manusia pada pentingnya relasi sosial dan menjaga kelestarian alam yang juga sebagai ciptaan tuhan, yang kedua Ahlussunnah Wal Jamaah (ASJAWA) yang dijadikan sebagai metode berfikir, agar gerakan PMII masih terarah, yang ketiga nilai-nilai yang terarsipkan dan yang produk-produk hukum PMII, dijadikan sebagai kerangka untuk menjalankan organiasi.
Penutup
Refleksi sejarah perjuangan mahasiswa pada zaman dahulu diharapkan memberikan motivasi serta menyadarkan kembali mahasiswa sekarang betapa penting gerakan mahasiswa. Sejarah dapat berperan penting untuk menumbuhkan kembali semangat perjuangan.
Ditambah dengan keberhasilan mahasiswa dahulu yang bisa memantik keberanian mahasiswa sekarang untuk mengukir sejarah baru.
Tak kalah penting untuk menghidupkan kembali gerakan mahasiswa, harus ada dukungan dari berbagai pihak. Salah satu dukungan dari internal kampus; rektorat dapat membuat kebijakan yang mendukung serta mempermudah pertumbuhan gerakan mahasiswa. Bukan sebaliknya, kebijakan diciptakan untuk menghambat atau mematikan mahasiswa dan gerakan mahasiswa. Peran serta dukungan masyarakat pun menjadi kunci keberhasilan untuk menyemai kembali pertumbuhan gerakan mahasiswa yang mati suri. Tanpa dukungan masyarakat, tidak mungkin mahasiswa dan gerakan mahasiswa bisa eksis dan aktif. Sebab, gerakan mahasiswa pada dasarnya merupakan gerakan untuk masyarakat, bangsa, dan negara.